Fenomena "Orang Tua" yang semestinya banyak istirahat

Hari-hari ini kita disuguhkan beberapa kenyataan. Diantaranya ada Mahathir Mohamad Resmi Menjadi Perdana Menteri Ketujuh Malaysia. Yang mana beliau sudah berusia saat ini 92 tahun. Kemudian baru-baru ini diberitakan kyai ma'ruf amin jadi cawapres mendampangi capres joko widodo untuk pilpres 2019 yang mana usia beliau (kyai ma`ruf amin) saat ini 75 tahun. Mungkin banyak lagi pemberitaan yang serupa. Yang intinya adalah ketika "orang tua" masih berkiprah dalam urusan duniawi (baca: urusin negara) yang semestinya banyak istirahat di hari-hari tuanya (pensiun).

Tentu dalam urusan ini ada sebahagian yang mencibir dengan mengatakan "dasar orang tua tidak tau umur" "pak tua istirahatlah" dan sebagainya. Mungkin niatnya baik agar beliau lebih fokus di hari tuanya bersama anak cucunya, tetapi caranya itu mungkin kurang pas dan beretika. Atau bisa saja hanya cibiran saja. Dan ada lagi sebahagian yang justru mengapresiasi semangat beliau-beliau bahwa walau sudah berusia senja tetapi masih energik mengalahkan anak-anak muda. dan sebagainya.

Cibiran itu mungkin saja benar bahwa tampaknya kok semacam tidak ada puasnya ya. Kasih donk dengan yang muda dan sebagainya. Mungkin bagi yang bersangkutan bisa saja niatnya memang tulus dan ingin beramal sampai ajal menjemput. atau bisa saja yang bersangkutan memiliki moto "no beramal, no happy" sehingga jiwanya terpanggil dan ingin memperbaiki yang bisa saja diserahkan kepada yang muda sudah lari dari jalur. Maka dalam kasus ini, yang tidak etis adalah yang mencibir bapak-bapak itu.

Menurut hemat penulis, dalam kasus ini ada dua hal;
1. Harus diakui semangat berbuat bagi orang tua itu masih ada dibandingkan orang muda yang semestinya menggantikan dan meneruskan usaha orang tua itu.

2. Ini sebagai pelajaran bahwa adanya "kelambanan" orang muda segera tersadar dari "hura-hura" mencari jati diri untuk mendewasakan diri untuk berbuat sebagai orang tua. Kalau bahasa organisasinya kaderisasi mestinya berjalan dan tidak mangkrak. Sehingga roda itu terus berputar.

Maka kesimpulannya, penulis melihat fenomena ini mesti direspon oleh orang muda bahwa orang tua saja masih mau berbuat untuk dirinya, bangsa dan negaranya. Sementara orang mudanya dimana ?! Tetapi penulis menyadari bahwa kesadaran masing-masing orang itu ada masanya. 

Semoga fenomena ini memberikan pelajaran bagi orang muda bahwa umur boleh saja lanjut tetapi semangat jangan sampai memudar. Wallaahu `alaam

Comments